Spread the love

Jejak Islam di Jepang – Sejarah selalu menyimpan misteri yang menunggu untuk diungkap. Baru-baru ini, dunia arkeologi dan sejarah global dikejutkan oleh penemuan luar biasa di prefektur Kagoshima, Jepang bagian selatan. Sebuah struktur batu tua yang awalnya diduga kuil Buddha ternyata diyakini sebagai masjid kuno yang berasal dari abad ke-15. Penemuan ini mengubah persepsi mengenai interaksi budaya dan agama antara Timur Tengah dan Asia Timur jauh sebelum globalisasi modern.

Penemuan yang Tak Terduga Jejak Islam di Jepang

Segalanya bermula saat tim arkeolog dari Universitas Tokyo melakukan penggalian rutin dalam proyek pelestarian budaya lokal. Di kaki Gunung Kaimon, mereka menemukan fondasi bangunan batu dengan orientasi yang aneh—tidak mengarah ke arah timur seperti kuil Shinto, tetapi ke arah barat laut, yang setelah dikonfirmasi mengarah ke Kabah di Mekah.

Temuan ini langsung menarik perhatian para ahli sejarah lintas negara. Arsitektur bangunannya menampilkan lengkungan khas Islam, serta adanya mihrab kecil yang mengarah ke kiblat. Di sekitar situs, ditemukan pula pecahan keramik bergaya Persia, manuskrip Arab dalam kondisi rusak, dan artefak yang diyakini sebagai bagian dari mimbar.

Analisis karbon pada kayu dan bebatuan memperkirakan bangunan ini berdiri sekitar tahun 1470 M, jauh sebelum Islam secara resmi dikenal luas di Jepang. Sebelumnya, catatan sejarah Jepang mengindikasikan bahwa Islam mulai masuk ke Jepang secara signifikan pada era Meiji, abad ke-19. Penemuan ini menggugurkan asumsi tersebut.

Bukti Pertukaran Budaya antara Jepang dan Dunia Islam di Jepang

Penemuan masjid ini menambah kuat dugaan bahwa interaksi antara pedagang Muslim dan masyarakat Jepang sudah terjadi jauh sebelum era kolonialisme Eropa. Para ahli menduga, jalur perdagangan laut dari Asia Tenggara hingga Cina selatan pada waktu itu sudah menjangkau Jepang. Para pedagang Muslim asal Arab, Persia, atau Gujarat (India) sangat mungkin berhenti di pelabuhan Jepang bagian selatan seperti Kagoshima atau Nagasaki.

Situs masjid yang ditemukan terletak hanya beberapa kilometer dari bekas pelabuhan kuno. Fakta ini memperkuat kemungkinan bahwa bangunan tersebut dulunya melayani komunitas pedagang Muslim sementara. Selain itu, dokumen sejarah Tiongkok dari Dinasti Ming juga menyebut adanya “pedagang dari barat” yang menetap di pulau Jepang untuk berdagang rempah-rempah dan logam.

Lebih mengejutkan lagi, pada salah satu artefak ditemukan ukiran bertuliskan “Bismillah” dalam huruf Kufi, gaya kaligrafi Arab klasik yang banyak digunakan pada masa awal perkembangan Islam. Detail ukiran ini menunjukkan bukan hanya hubungan dagang, tetapi juga kehadiran religius yang cukup mapan.

Baca Juga Artikel Kami : Temuan Kota Bersejarah di Gurun Arab: Jejak Peradaban Hilang Yang Terungkap

Respons Dunia Akademik dan Tantangan Interpretasi

Penemuan ini segera memicu diskusi panas di berbagai forum sejarah internasional. Sebagian akademisi menyambutnya dengan antusias, menyebutnya sebagai “revolusi kecil dalam sejarah Asia Timur.” Namun ada juga yang masih skeptis, mengingat minimnya dokumen tertulis yang secara eksplisit menyebutkan keberadaan masjid di Jepang sebelum abad ke-19.

Para sejarawan Jepang kini tengah meneliti kembali berbagai arsip dan kronik lokal untuk mencari jejak-jejak lain yang mendukung hipotesis ini. Beberapa ahli bahkan menyarankan agar pelajaran sejarah di sekolah diperbarui agar lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan interaksi budaya yang selama ini tidak terdokumentasi dengan baik.

Meski demikian, ada tantangan besar dalam menginterpretasikan secara pasti fungsi bangunan tersebut. Karena keterbatasan bukti langsung, seperti manuskrip lengkap atau saksi sejarah, sebagian pihak masih berhati-hati dalam menyebut struktur tersebut sebagai masjid. Namun, kombinasi bukti arsitektur, arah kiblat, dan artefak bertuliskan Arab menjadikan kemungkinan itu sangat kuat.

Implikasi terhadap Sejarah Global dan Dialog Antaragama

Lebih dari sekadar temuan arkeologis, penemuan masjid abad ke-15 ini membawa dampak besar terhadap narasi sejarah global dan hubungan antaragama. Selama ini, Islam dan Jepang dianggap dua dunia yang tidak bersinggungan hingga masa modern. Temuan ini membuka peluang baru untuk menggali sejarah hubungan Jepang dengan dunia Islam secara lebih mendalam.

Dari sudut pandang keagamaan, hal ini juga menjadi momentum penting untuk memperkuat dialog antarbudaya. Jepang yang dikenal dengan toleransi dan etika sosial tinggi bisa memanfaatkan temuan ini sebagai simbol keterbukaan dan keragaman yang sudah ada sejak lama.

Tak sedikit komunitas Muslim di Jepang saat ini merasa bangga dengan penemuan ini. Mereka melihatnya sebagai pengakuan sejarah atas jejak Islam di negeri sakura, serta dorongan moral bahwa keberadaan mereka bukan sesuatu yang asing atau baru, melainkan bagian dari sejarah panjang yang belum banyak disingkap.

Kesimpulan:

Penemuan masjid abad ke-15 di Jepang menjadi titik balik dalam memahami sejarah interaksi antarbangsa. Ia menyingkap kisah yang selama ini terkubur—bahwa Islam pernah hadir di tanah Jepang jauh sebelum zaman modern. Penemuan ini bukan hanya tentang sebuah bangunan, tapi tentang hubungan manusia lintas budaya, kepercayaan, dan peradaban yang terjalin dalam diam. Dunia akademik pun kini tertantang untuk menelusuri jejak-jejak lain yang mungkin tersembunyi di balik lipatan sejarah. Dilangsir dari suaramuhammadiyah